Jumat, 03 Mei 2013

Menyambut Matahari #1


Aku ingin menjadi sikat gigimu pagi ini.
Entahlah, pagi ini aku merindumu kembali, seseorang yang pernah menguatkanku, mengajarkan tentang arti mimpi, persahabatan, kehidupan, dan kekuatan pikiran. Not with me. Setiap kali lagu itu terlantun, ingatanku tergilincir dan tak dapat kutarik kembali dari setiap kenangannya tentangmu. Kau yang pernah mengenalkan lagu ini 22 bulan lalu. Aku tersadar, aku dan engkau adalah sepasang penyair dengan sejuta mimpi yang kita tahu takkan pernah bersama. Tapi kita satu, dan aku masih tak bisa melepasmu, bahkan kursi yang harusnya terisi masih saja kubiarkan kosong. Itu karena aku menghargaimu, lebih tepatnya; aku masih merindumu.
Engkau dan aku memang berseberangan. Bagianmu di timur sedangkan aku sendiri terjebak dalam kisahku di barat. Ah, engkau yang pernah mengajarkanku berbagai hal. Kita memang tak pernah bersua, dan aku tahu engkau pernah benar-benar merindu kehadiranku, seperti halnya aku. Kita memang tak pernah terlibat sebagai lakon-lakon yang bersuara, tapi kata-kata mengartikan semuanya. Kau bisa bertanya pada setiap huruf yang pernah terukir manis dalam lembaran itu, aku masih menyimpannya. Semoga juga dengan engkau; sahabatku.
Aku teringat juga, tentang cerita yang pernah menimpamu, saat ini aku mengerti bagaimana rasanya ingin merdeka padahal kitalah yang menjajah. Jika saja kau tahu, rasanya baru kemarin otakku menegang, tak bisa kucegah untuk lagi. Saat itu aku jadi engkau. Tapi nyatanya aku seorang diri, dan tak tahu kepada siapa harusnya berbagi, kalau tak ada engkau. Walau pun tak pernah sesukses yang pernah engkau lakukan, setidaknya saat ini aku mulai sedikit demi sedikit membangunkan diri.
Ciputat 04 Mei 2013 06.20
Untuk sebentuk nama yang memerdekakan dirinya. S. A. H. A. B. A. T
merdeka64

Selasa, 16 April 2013

Save Our Earth, Save Our Paper


*nirmala*
Manusia memang telah lama gagal. Gagal terhadap alam yang selama ini telah menaungi dan melindunginya.
Malam ini, malam kesekian kalinya diskusi bulanan diadakan di komunitas kecilku. Diskusi kecil sekadar mempertemukan wajah-wajah beserta isi pikirannya dalam sebuah forum yang berbentuk. Aku, termasuk beberapa bagian kecil yang berakhir dengan cangkir kopi yang mulai dingin, menikmati sesapan terakhir dari cerita dan rayuan malam. Ku pandangi bale-bale tempat kami berkumpul tadi, tak ada yang istimewa, hanya gelaran tikar kumal dari plastik terpal yang menjadikan kebersamaan tadi lebih membumi. Aku sengaja pindah ke sudut lain setelah tadi sedikit membantu mereka yang bertugas menyiapkan dan membereskan forum *sekedar menyiapkan dan menggelar tikar*, dan kukagumi malam dengan caraku. Namun ada yang menggelitik mataku, seolah-olah ia tengah menyapaku, sekadar ingin aku mendengarkan ceritanya. Paper tadi, lembaran hvs yang dibagikan saat diskusi, ternyata masih berserakan ditempatnya, diam membentuk abstrak. Kutaksir ada belasan lembar disana. Kuputuskan untuk memungutnya dan entah akan ‘kubagaimanakan’ nasib mereka ini. Apakah akan kujilid dengan alat jahitku lalu kujadikan halaman belakangnya alat untuk membunuh waktu, media coretan-coretan kecilku, seperti sebelumnya? Atau mungkin kujadikan lipatan origami hingga membentuk yang lebih lipatan-lipatan oritsuru favoritku? Yang pasti aku akan berpikir ulang untuk membuangnya begitu saja tanpa memanfaatkan ulang mereka.
Tiba-tiba aku teringat rumahku, dengan pohon-pohonnya yang menjulang tinggi. Sejuk, hijau, dengan dedaunannya yang rindang, membuatku selalu betah bercengkerama dengan matahari pagi. Itu bagian dari kisah ‘aku dan petualangan masa kecilku’, belasan tahun lalu yang telah lama kutinggalkan. Sekarang hanya bagian dari cerita yang mungkin kadang menjadi khayalanku. Setiap kali aku rindu, kusempatkan mencari kisahnya yang mulai pudar dimakan waktu. Tak ada lagi warna hijau yang menyejukkan, tak ada lagi hangat pelukan dedaunannya yang rindang. Dan aku pun rindu ketika ‘si jangkung’ melindungiku dari sinar matahari yang menajam seiring siang yang membuntuti.
Ketika malam Ibu mendongengkan cerita dari buku sejuta dongeng kesayanganku, si aku kecil bertanya “ibu, kenapa pohon-pohon kita harus ditebang?”. Ibu tersenyum dan berkata “mereka membutuhkannya nak, untuk membuat rumah, dan juga buku dongeng ini”. Awalnya tak kumengerti kenapa pohon-pohon kami bisa menjadi buku dongengku?.
Kertas, belakangan kutahu dari mana mereka berasal. Kayu-kayu itu sumber utama bagi para industriawan untuk memproduksi lembaran-lembaran kertas tadi.
Aku tak bisa membayangkan ketika satu ton kertas ternyata membutuhkan 4 hektar hutan*. Entahlah sudah berapa banyak kertas yang aku, dia, dan mereka gunakan? Sudah berapa jutaan hektar yang hilang untuk memenuhi setiap lembaran-lembaran kertas disetiap jengkal bumi ini?. Aku tak tahu persis, begitu juga dengan engkau, dia, mereka, dan kalian, mungkin.
Aku miris, ketika teringat hutanku yang damai dan kurindu. Ketika kuingat berapa banyak kertas yang terbuang setiap detiknya tanpa mendaur ulangnya lagi? Aku ingat ketika ada banyak brosur dan kertas promosi yang tercecer di jalanan, aku ingat ketika aku mencetak kartu-kartu undangan untuk kawan-kawanku yang mungkin, dan lebih banyak, kertas itu berakhir di tempat sampah. Aku teringat malam ini, pada ceceran kertas yang dianggap sampah, useless, setelah forum tadi.
Lembaran ditanganku seperti hidup dan berkata; “save your earth, save me”.
Oh, bumiku yang semakin menua; “maaf aku tak bisa menjaga engkau seperti halnya engkau menjagaku”.


*quoted from Kertas Dalam Kehidupan by Move Indonesia
madeinotaque 16 April 2013, setelah forum kecil itu dengan kertas yang berserakan. 

Jumat, 29 Maret 2013

Lirik Donna - Donna


Ost. GIE

On a wagon bound for market
There's a calf with a mournful eye
High above him there's a swallow
Winging swiftly through the sky

How the winds are laughing
They laugh with all the their might
Laugh and laugh the whole day through
And half the summer's night

Donna Donna Donna Donna
Donna Donna Donna Don
Donna Donna Donna Donna
Donna Donna Donna Don

"Stop complaining", said the farmer
Who told you a calf to be
Why don't you have wings to fly with
Like the swallow so proud and free

How the winds are laughing
They laugh with all the their might

Laugh and laugh the whole day through
And half the summer's night

Donna Donna Donna Donna
Donna Donna Donna Don
Donna Donna Donna Donna
Donna Donna Donna Don


Calves are easily bound and slaughtered
Never knowing the reason why
But whoever treasures freedom
Like the swallow has learned to fly

How the winds are laughing
They laugh with all the their might
Laugh and laugh the whole day through
And half the summer's night

Donna Donna Donna Donna
Donna Donna Donna Don
Donna Donna Donna Donna
Donna Donna Donna Don

Maaf untukmu


Aku  ingat catatan perjalananku 28 hari lalu, ketika aku terjaga dari mimpiku.
Engkau mencaciku, Engkau murka.
Tanpa sempat aku menjawab,
Tanpa sempat aku mencerna,
Tanpa sempat aku mengerti,
Yang ku tahu ada yang mengalir halus, mengkapilaritas ke dalam pori-pori di bawah kelopak mataku.
Murkamu meninggalkan jejak, halus dan perih, dalam ruang yang tak mampu ku jangkau.
Cacimu melepaskan jawaban atas tanya yang tak sempat ku sampaikan.
Engkau membuatku berkesimpulan sepihak. Aku benci itu.
Kalimat murkamu menciptakan banyak tanda tanya.
Tanpa sempat kau jawab, tanpa sempat ku ucap; maaf, Ayah.
*di atap jemuran asrama saat menyambut matahari.
30 Maret 2013
tears in heaven

Kamis, 28 Maret 2013

KADANG


Kadang sebuah rasa
mampu mengubah sejuta keramahan dan keramaian
menjadi titik gelap dalam sunyi

18 September 2012
*tanggal dimana hapeku mengalami kecelakaan
;(
my first phone

Rabu, 27 Maret 2013

Kalaoe Sadja

by Bagaskara Manjer Kawuryan
Kalaoe sadja siang, engkaoe adalah hudjan dan akoe matahari
Setelahnja kita akan hadirkan pelangi.
Tapi pada malampoen engkaoe adalah sinar untuk menerangi gelapkoe

03-05-1434
19:16:22
Pada sendja jang hangat akoe merindoemoe

26 Hari


Aku heran dengan waktu akhir-akhir ini
Tak lagi mempesona
Lebih lambat, atau hanya pikiranku saja yang sedang tak karuan. Seolah ada sesuatu di dalam diri ini yang sedang menunggu, tapi entah hal apa yang sesungguhnya sedang ku tunggu, aku tahu dan kubiarkan semua ini berjalan apa adanya, senatural mungkin tanpa harus menjemput keluhan. Aku ingin semua adil sesuai waktunya. Tapi detik dan menit benar-benar menyiksa ketika aku menyadari hari ini tepat 26 hari aku bercerita dan menjadi lakon di persinggahan ini.
28/03/2013